Sejak Awal November, Harga Batu Bara Tak Henti Turun

Pasar Batu Bara Kian Lesu, HBA Sentuh US$ 98,26 per Ton
INDOSBERITA.ID.JAKARTA – Pasar batu bara kembali menunjukkan gejala “demam dingin”. Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode I Desember 2025 resmi melemah hingga US$ 98,26 per ton, turun dari posisi sebelumnya US$ 102,03 per ton pada periode II November. Angka ini menandai pertama kalinya sejak pertengahan tahun harga acuan turun di bawah level psikologis US$ 100.
Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 365.K/MB.01/MEM.B/2025, yang dirilis pada Rabu (3/12/2025). Tren pelemahan ini bukan kejutan tiba–tiba,justru merupakan lanjutan dari koreksi bertahap yang telah terjadi sejak awal November.
Jika ditelusuri, perjalanan harga batu bara acuan dalam sebulan terakhir tampak seperti anak tangga yang menurun:
-
Dari US$ 109,74 per ton pada periode II Oktober,
turun menjadi US$ 103,75 per ton pada periode I November. -
Kemudian merosot lagi menjadi US$ 102,03 per ton pada periode II November.
-
Kini kembali melemah ke US$ 98,26 per ton pada periode I Desember.
Pelaku pasar menyebut tren ini sebagai “siklus pelepasan panas pasar”, sejalan dengan melemahnya permintaan global dan meningkatnya stok di sejumlah negara konsumen utama.
Menariknya, ketika HBA utama (6.322 GAR) merosot, tiga kelompok HBA lainnya justru mencatat kenaikan tipis. Seolah pasar memberi sinyal campuran, layaknya cuaca yang tak menentu.
Berikut rincian HBA yang berlaku untuk 1–14 Desember 2025:
-
HBA (6.322 GAR): US$ 98,26
Turun dari US$ 102,03 -
HBA I (5.300 GAR): US$ 67,99
Naik dari US$ 67,29 -
HBA II (4.100 GAR): US$ 44,37
Naik dari US$ 44,29 -
HBA III (3.400 GAR): US$ 34,15
Naik dari US$ 33,88
Kenaikan pada kelompok HBA yang lebih rendah kalorinya ini menunjukkan permintaan yang relatif stabil di segmen pasar tertentu, terutama untuk kebutuhan industri dengan kapasitas pembakaran yang tidak memerlukan batu bara berkalori tinggi.
Meski penurunan HBA utama menjadi sorotan, analis memperkirakan pasar masih akan bergerak fluktuatif hingga akhir tahun, dipengaruhi oleh permintaan musim dingin, arah kebijakan energi negara importir, dan dinamika geopolitik.
Untuk sementara, pasar tampaknya masih memilih “mode hemat energi”, sembari menunggu sinyal pemulihan yang lebih jelas.




