Meski Kaya, 3 Negara Ini Ogah Gabung Uni Eropa

Ngera Islandia,Photo Perkim.id
INDOSBERITA.ID –
Bagi banyak negara di Eropa,menjadi anggota Uni Eropa (UE) merupakan langkah yang tepat.
Guna memajukan negara,baik di bidang ekonomi dan stabilitas politik. Namun, tidak semua negara Eropa berpikiran demikian. Islandia, Norwegia, dan Swiss ,tiga negara dengan ekonomi kuat dan standar hidup tinggi , justru memilih tidak menjadi bagian dari Uni Eropa.
Padahal, sejak berdiri pada 1993, Uni Eropa telah menjadi simbol integrasi antarbangsa Eropa dalam berbagai bidang, mulai dari hukum, perdagangan, hingga pariwisata. Lalu, kenapa tiga negara maju ini justru memilih tetap di luar lingkaran UE.
Islandia: Tak Mau Tangkap Peluang, Demi Tangkap Ikan
Islandia sempat nyaris menjadi anggota Uni Eropa. Pada tahun 2009, negara ini mengajukan keanggotaan dan mendapat status kandidat di tahun berikutnya. Namun pada 2015, Islandia resmi menghentikan proses tersebut.
Alasannya sederhana tapi krusial: perikanan.
Islandia menggantungkan perekonomiannya pada industri perikanan tangkap. Jika bergabung dengan UE, mereka harus mengikuti kebijakan kuota tangkapan ikan, yang dianggap bisa merugikan pendapatan negara.
Tak hanya itu, Islandia juga masih menjalankan praktik penangkapan paus (whaling) untuk tujuan komersial ,kebijakan yang bertentangan keras dengan prinsip konservasi lingkungan Uni Eropa.

Negara Norwegia
Norwegia: Luka Sejarah Membentuk Sikap Mandiri
Norwegia bahkan dua kali menggelar referendum terkait keanggotaan Uni Eropa, yakni pada tahun 1972 dan 1994. Hasilnya? Mayoritas rakyat menolak.
Menurut laporan dari Science Norway, penolakan ini bukan semata soal ekonomi, tapi soal sejarah dan jati diri. Sebagai negara yang pernah dijajah Denmark dan Swedia selama berabad-abad, konsep persatuan Eropa dipandang sebagai ancaman bagi kedaulatan nasional.
Rakyat Norwegia tak ingin menyerahkan sebagian keputusan penting negaranya ke Brussel, markas besar Uni Eropa.

Negara Swiss
Swiss: Kaya, Netral, dan Tak Mau Ribet
Swiss bahkan tak pernah mengajukan keanggotaan Uni Eropa. Negara ini lebih memilih berdiri sendiri, meskipun tetap menjalin kerja sama ekonomi melalui berbagai perjanjian bilateral.
Dengan GDP per kapita tertinggi keempat di Eropa, Swiss sangat menjaga sektor pertaniannya melalui subsidi besar dan tarif impor ketat. Sayangnya, kebijakan protektif seperti ini bertolak belakang dengan prinsip pasar bebas Uni Eropa.
Tak hanya itu, Swiss juga dikenal sebagai negara netral secara politik. Bergabung dengan Uni Eropa berarti harus mengikuti kebijakan luar negeri dan keputusan politik bersama yang bisa saja bertentangan dengan prinsip kenetralan Swiss.