Komisi XII DPR Pertanyakan Logika Energi di Balik Rencana Perkebunan Sawit Papua

Lahan Persawahan Sawit
INDOSBERITA.ID.JAKARTA – Anggota Komisi XII DPR RI, Cheroline Chrisye Makalew, menyampaikan kritik terhadap wacana pemerintah yang ingin mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Papua sebagai bagian dari strategi pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, rencana tersebut tidak bisa dipandang semata dari sisi target energi nasional.
Cheroline menekankan bahwa Papua memiliki karakteristik sosial dan ekologis yang sangat khas sehingga setiap kebijakan pembangunan harus dirancang dengan kehati-hatian ekstra. Ia meminta pemerintah membuka ruang kajian yang mendalam dan transparan, serta memastikan kepentingan masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan menjadi prioritas utama.
“Papua bukan wilayah kosong yang bebas digunakan untuk eksperimen kebijakan energi. Di sana ada masyarakat adat, hutan tropis yang masih terjaga, dan peran penting bagi keseimbangan ekologi global,” kata Cheroline saat ditemui di Jakarta, Sabtu (20/12/2025).dikutip dari Inilah.com
Ia mengingatkan bahwa sejarah panjang industri kelapa sawit di berbagai daerah di Indonesia kerap memunculkan persoalan serius, mulai dari deforestasi, konflik lahan, hingga ketimpangan sosial-ekonomi. Cheroline menilai, jika pendekatan serupa diterapkan di Papua, potensi dampak negatifnya justru bisa jauh lebih besar.
Menurutnya, rencana ekspansi sawit juga menunjukkan inkonsistensi dalam upaya mewujudkan keadilan energi. Pasalnya, eksploitasi sumber daya minyak dan gas yang berlangsung puluhan tahun dinilai belum sepenuhnya mampu menghadirkan pemerataan akses energi di Papua, termasuk penerapan BBM satu harga dan distribusi gas bersubsidi.
“Situasi ini menjadi ironis ketika persoalan mendasar soal keadilan energi belum tuntas, tetapi solusi yang diajukan justru membuka ruang ekspansi sawit,” ujarnya.
Cheroline turut mempertanyakan arah transisi energi yang ditempuh pemerintah. Ia menilai, komitmen terhadap kedaulatan energi seharusnya diwujudkan dengan mendorong pengembangan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan berkeadilan sosial.
“Kelapa sawit adalah tanaman monokultur yang memiliki risiko ekologis tinggi. Pemerintah seharusnya berani mengembangkan energi surya, angin, air, atau bioenergi berbasis komunitas yang lebih berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pelibatan publik dalam setiap kebijakan strategis yang menyangkut Papua. Menurut Cheroline, partisipasi masyarakat adat bukan sekadar formalitas, melainkan syarat mutlak agar pembangunan tidak menimbulkan konflik baru dan luka sosial di kemudian hari.
“Setiap kebijakan di Papua harus berbasis data, dikaji secara komprehensif, dan melibatkan masyarakat setempat. Jangan sampai pembangunan justru menciptakan ketidakadilan baru,” pungkasnya.




